SITUBONDO, amali.or.id – Bertempat di Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI) menggelar Silaturrahim Nasional (Silatnas) Mudir (Direktur) Ma’had Aly se Indonesia.
Silatnas yang diselenggarakan pada Senin – Selasa (1-2/7/2019) untuk merumuskan berbagai agenda atau program kerja selama setahun ke depan.
Pembahasan keilmuan menjadi salah satu hal yang yang dikaji pada acara Silatnas AMALI dengan topik Rancang Bangun Keilmuan Ma’had Aly dengan menghadirkan KH. Afifuddin Muhajir sebagai wakil pengasuh PP. Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo dan Dewan Masyayikh Ma’had Aly sebagai narasumber. Kiai Afif panggilan akrab beliau mengawali pemaparannya dengan mengutip maqolah ulama,
إن طلبت العلم لنفسك فقليل منه يكفيك, إن طلبت العلم للناس فحاجة الناس كثيرة
“Jika kalian mencari ilmu untuk diri sendiri, sedikit ilmu sudah cukup bagimu. Jika engkau mencari ilmu untuk orang lain, maka kebutuhan manusia itu banyak sekali.”
“Pencarian ilmu untuk kepentingan manusia haruslah dikuasai dengan luas dan mendalam.” imbuhnya.
Ma’had Aly adalah perguruan tinggi keagamaan yang bernaung di bawah pesantren. Keilmuan yang diajarkan dalam pesantren secara global dibagi menjadi dua, ilmu agama dan ilmu alat untuk memahami agama. Ilmu agama sendiri ada tiga, syariah, tasawuf dan akidah. Sedangkan ilmu alat untuk memahami agama ada dua, yaitu memahami langsung dari Alquran atau Alhadis dan memahami dari kitab ulama salaf. “Memahami Alquran dan Alhadis secara langsung mutlak melibatkan ilmu-ilmu alat seperti ilmu nahwu, sharaf, balaghah, ushul fikih, maqashidus syariah, dan lainnya.” Imbuh Kiai Afif.
Sementara untuk memahami kitab atau teks ulama salaf, perangkat yang digunakan tidak serumit memahami Alquran dan Alhadis. Memahami teks ulama tetap harus mengetahui kaidah-kaidah dasar dan konsep umum. “Semisal hukum jual beli dengan koin tanpa ada ijab qobul dan wujudnya pembeli. Jika dia hanya memahami kitab kuning apa adanya tanpa menguasai kaidah-kaidah dasar dan tujuan dibentuknya hukum, ia cenderung akan mengharamkan praktik jual beli tersebut.” Tegas kiai Afif di depan peserta Silatnas
Untuk menguasai satu bidang keilmuan, tidak cukup hanya memahami satu bidang itu saja. Menurut anggota Dewan Masyayikh Ma’had Aly bidang Fiqh Ushul Fiqh ini, tidak ada ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu selalu memiliki kaitan antara satu dengan lainnya. “Orang yang ingin menguasai tasfir Alquran, tidak cukup mempejari kitab-kitab tafsir tanpa memahami hadis untuk memahamimnya. Begitu juga mempelajari hadis pun harus mengetahui tafsir agar tidak bertentangan dengan wahyu Allah. Menurut al-Ghazali, ilmu yang paling mencakup adalah ushul fiqh, karena al-jam’u bainal aqli wan naqli. Mengumpulkan antara nalar dan wahyu.” Ungkap Kiai Afif
Mengenai standar lulusan yang harus dikuasai oleh mahasantri Ma’had Aly Fiqh Ushul Fiqh, beliau menyatakan tergantung tujuan dan kebutuhan dari masing-masing Ma’had Aly. Untuk tingkatan strata satu, minimal ia mampu menjawab kasus hukum sesuai dengan kutub turats. Untuk tingkatan magister, ia mampu menjawab permasalahan dengan kaidah ushul fikih. Mengenai standar umum yang harus dikuasi setiap mahasantri seluruhnya, beliau mengungkapkan “Kompetensi lulusan Ma’had Aly seluruh Indonesia, minimal ia menguasai ilmu alat yang standar dalam membaca dan memahami kitab setingkat Fathul Muin. Jika tidak bisa, apa bedanya dengan perguruan tinggi?” tegas Kiai Afif.
Setelah agenda silatnas, peserta akan mengikuti HIDMA dan Halaqoh dengan delegeasi Rektor Jamiah al-Azhar Kairo Mesir yang akan dilaksanakan pada hari Rabu, 03 Juli 2019 di Aula PP. Salafiyah Syafi’iyah Situbondo. (khl)